Orang Toraja dan Makna Tongkonan. Foto: Tongkonan | IndonesiaTravel |
Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja. Terdiri dari tumpukan kayu yang dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, putih dan kuning. Kata “tongkonan” berasal dari bahasa Toraja "tongkon" yang artinya duduk.
Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka.
Tongkonan bukanlah nama satu bentuk bangunan, tetapi Tongkonan merupakan rangkaian dari sekelompok bangunan dimana didalamnya terdapat Banua Sura' (rumah yang diukir / rumah utama), Alang Sura' (lumbung yang diukir), Lemba (juga berfungsi sebagai lumbung namun tidak berukir) dan juga sering terdapat rumah panggung yang memiliki ruangan yang lebih luas, seperti yang banyak kita saksikan sekarang ini.
Tongkonan kini mempunyai banyak versi modernisasi (seperti mulai menggunakan seng sebagai atapnya) namun tidak terlepas dari tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun, dahulu kala bangunan Tongkonan ada yang beratap rumbia / alang-alang / ijuk (serat pohon enau), ada juga yang beratapkan bilah-bilah bambu, bahkan di salah satu Tongkonan tua ditemukan bangunan yang beratapkan batu (banua dipapa batu).
Tongkonan di Papa Batu, desa Desa Banga - Bittuang. Menurut keterangan Tongkonan yang berumur lebih dari 700 tahun ini sudah dihuni lebih dari sepuluh generasi. Foto: BongaToraja.com |
Salah satu tradisi bangunan Tongkonan yang tetap bertahan adalah model atapnya yang menyerupai bentuk perahu serta banguan yang kesemuanya menghadap arah utara, hal tersebut tidak terlepas dari filosofi hidup dan asal-usul orang Toraja.
Tempat Tinggal dan Pusat Kehidupan Sosial
Tongkonan Kete Kesu merupakan salah satu Tongkonan tua yang menjadi objek wisata di Toraja yang ramai dikunjungi wisatawan. Foto: Okezone |
Rumah adat di Toraja, selain berfungsi sebagai tempat tinggal, juga mempunyai fungsi dan peranan serta arti yang sangat penting dan bernilai tinggi dalam kehidupan masyarakat Toraja. Rumah yang sering disebut Tongkonan dianggap sebagai pusaka warisan dan hak milik turun temurun dari orang yang pertama kali membangun Tongkonan tersebut.
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Kata Tongkonan berasal dari kata “Tongkon” (duduk_berkumpul) mengandung arti bahwa rumah Tongkonan itu ditempati untuk duduk mendengarkan serta tempat untuk membicarakan dan menyelesaikan segala permasalahan penting dari anggota masyarakat dan keturunannya.
Dahulu kala, seseorang yang memegang kekuasaan serta menjabat suatu tugas adat selalu menjadi narasumber bagi masyarakat sekitar yang datang meminta petunjuk, keterangan, dan perintah karena permasalahan di daerah penguasa tersebut tinggal, dimana orang yang datang itu akan duduk dengan tertib mendengar dan menerima petunjuk atau perintah.
Inilah permulaan kata Tongkonan ini digunakan, karena duduk berkumpul disebut “Ma’ Tongkon” dan tempat berkumpul adalah Tongkonan yang merupakan kediaman penguasa adat. Lama kelamaan, rumah dari penguasa tersebut menjadi pusat kekuasaan dan pemerintahan adat.
Simbol Persatuan
Simbol ukiran pada dinding salah satu Tongkonan. Foto: Torajan Tongkonan House In Sulawesi, Indonesia. Print by Glen Allison |
Tongkonan merupakan lambang persekutuan orang Toraja, berdasarkan hubungan kekerabatan/keturunan/darah daging. Pada dasarnya bentuk hubungan kekerabatan dalam Tongkonan adalah bahwa setiap keluarga _sepasang suami istri_ membangun rumah atas usaha sendiri atau secara bersama-sama dengan anak-anak dan cucu-cucu. Rumah itu adalah Tongkonan dari setiap orang yang berada dalam garis keturunan dari suami-istri yang mendirikan rumah.
Orang Toraja cukup mudah menelusuri garis keturunannya melalui hubungan Tongkonan. Seorang Toraja bisa saja berasal lebih dari satu Tongkonan, karena diantara orang Toraja tentunya ada pertalian kekerabatan dalam bentuk perkawinan dari Tongkonan yang lain.
Dalam sejarah Toraja, Tongkonan yang pertama dikenal adalah Tongkonan Banua Puan di Marinding yang di bangun oleh Tangdilino’. Jadi orang Toraja adalah satu persekutuan, walaupun dengan struktur masyarakat yang berbeda-beda. Ossoran Nene’ / silsilah orang Toraja pada akhirnya bermuara pada persekutuan Sang Torayan yang berasal dari Tongkonan Banua Puan.
Tongkonan Banua Puan, Tongkonan Tertua di Tana Toraja (**)
Salah satu upacara adat di kaki gunung Kandora. Foto: Youtube|Torajaland |
Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Dalam kisah lainnya, diceritakan ketika seorang Pemangku Adat bernama Londong di Rura (Ayam jantan dari Rura) berupaya menyatukan kelompok dengan menyelenggarakan upacara besar. Upacara itu dinamai Ma'Bua' tanpa melalui musyawarah dan aturan upacara adat. Kemudian Tuhan menjatuhkan laknat dan kutukan sehingga tempat upacara terbakar dan menjadi danau yang dapat disaksikan sekarang antara perjalanan dari Toraja ke Makassar (KM 75). Kemudian bercerai-berailah komunitas tersebut ada yang ke selatan dan ke arah utara.
Sementara kelompok yang menuju ke utara sampai di sebuah tempat di kaki Gunung Kandora yang dinamakan Tondok Puan. Mereka mendirikan rumah adat tempat pertemuan dengan nama Banua Puan. Kemudian dinamakan Tongkonan yang artinya Balai Musyawarah. Bangunan itu merupakan Tongkonan pertama di Toraja dan komunitas pertama yang terbentuk bernama To Tangdilino'; artinya pemilik bumi yang diambil dari nama Pemangku Adat pertama (Pimpinan Komunitas To Lembang).
Tongkonan Banua Puan yang terletak di Lembang Marinding Kecamatan Mengkendek Kab. Tana Toraja, dan merupakan Tongkonan tertua dalam sejarah kehidupan suku Toraja. Kini tak ada lagi bangunan Tongkonan di lokasi yang sekarang tinggal nama tersebut.
Aluk Sanda Pitunna yang disebarkan dari Banua Puan di Marinding itu didalamnya mencakup aturan hidup dan kehidupan manusia serta aturan memuliakan Puang Matua menyembah kepada Deata dan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo ( Puang Matua = Sang Pencipta, Deata =Dewa – Dewa, Tomembali Puang / Todolo = Arwah Leluhur).
Dalam sejarah Toraja disebut bahwa Tangdilino' menikah dengan anak dari Puang Ri Tabang yang tidak lain adalah sepupunya sendiri bernama Buen Manik. Dari pernikahan mereka itu lahir 9 ( Sembilan ) orang anak dan merekalah yang menyebarkan ajaran Aluk Sanda Pitunna serta melebarkan kekuasaan dari Tangdilino’ dengan pusat kekuasaan dari Banua Puan Marinding.
Kesembilan anak dari Tangdilino antara lain yaitu :
1. Tele Bue yang Pergi ke daerah Duri Enrekang.
2. Kila’ yang pergi ke daerah Buakayu.
3. Bobong Langi’ yang pergi ke daerah Mamasa.
4. Parange yang pergi ke daerah Buntao’
5. Pata’ba’ yang pergi ke daerah Pantilang
6. Lanna’ yang pergi ke daerah Sangalla’
7. Sirrang yang pergi ke daerah Dangle’
8. Patang tinggal di Banua Puan Marinding
9. Pabane’ pergi ke daerah Kesu’.
Bentuk, Jenis dan Fungsi Tongkonan
Tongkonan salah satu masyarakat desa Bulu Langkan, menurut pemilik tongkonan bahwa bangunan ini sudah berumur 100 tahun pada tahun 2012. Foto: geppmatormksr.blogspot.com |
Rumah adat ini merupakan rumah panggung dengan konstruksi rangka kayu. Bangunannya terdiri atas 3 bagian, yaitu ulu banua (atap rumah), kalle banua (badan rumah), dan sulluk banua (kaki rumah). Bentuknya persegi karena sebagai mikro kosmos rumah terikat pada 4 penjuru mata angin dengan 4 nilai ritual tertentu. Tongkonan harus menghadap ke utara agar kepala rumah berhimpit dengan kepala langit (ulunna langi’) sebagai sumber kebahagiaan.
Secara teknis pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan, sehingga biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Jadi Tongkonan bagi masyarakat Toraja lebih dari sekedar rumah adat. Dan setiap Tongkonan terdiri dari; Banua (rumah) dan Alang (lumbung) yang dianggap pasangan suami-istri. Deretan Banua dan Alang saling berhadapan. Halaman memanjang antara Banua dan Alang disebut Ulu ba’ba.
Selain sebagai rumah adat, Suku Toraja mengenal 3 jenis Tongkonan menurut peran adatnya, walau bentuknya sama persis, yaitu: Tongkonan Layuk (Pesiok Aluk): sebagai pusat kekuasaan adat dan tempat untuk menyusun aturan-aturan sosial dan keagamaan. Tongkonan Pekaindoran/Pekanberan (Kaparengesan): adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal, tempat untuk mengurus dan mengatur serta melaksanakan peraturan dan pemerintahan adat. Tongkonan Batu A’riri: berfungsi sebagai Tongkonan penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan. (* Jenis-jenis Tongkonan ini akan diuraikan dalam artikel lain)
Eksklusivitas kaum bangsawan atas Tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang dapat pekerjaan menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun Tongkonan yang besar.
Foto Tongkonan di Kete Kesu Tana Toraja yg diambil dari udara. Alam & budaya yg memukau. Foto: IndonesiaTravel | Barry Kusuma |
Beberapa Pendapat dan Pemahaman Mengenai Tongkonan
Bagi masyarakat umum (diluar Toraja) bahkan buku-buku pelajaran IPS di sekolah memiliki pemahaman tersendiri tentang rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan. Dalam gambaran mereka Tongkonan adalah sebuah bentuk bangunan yang dindingnya diukir dan atap berbentuk perahu.
Namun pemahaman umum tersebut berbeda halnya dalam kalangan masyarakat Toraja, ada beberapa pemahaman yang berkembang tentang keberadaan Tongkonan. Pemahaman tersebut berasal baik dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja maupun dari anggota masyarakat, antara lain:
1. Bahwa Tongkonan adalah tempat duduk atau kedudukan yang berarti rumah pusaka yang telah turun-temurun lama (bnd. J. Tammu & van der Veen) . Pemahaman ini berarti pula bahwa Tongkonan merupakan suatu “tempat/kedudukan” yang mempunyai fungsi, peran dan nilai sosial, keagamaan dan hukum dalam masyarakat.
2. Bahwa Tongkonan itu adalah rumah adat Toraja. Dalam arti bahwa semua rumah yang berbentuk perahu itu adalah Tongkonan.
3. Rumah Tongkonan adalah lebih berorientasi pada fungsi sosial dan bukan dalam bentuk/fisik.
4. Bahwa Tongkonan adalah pusat kebudayaan Toraja, sama seperti keraton di Jawa atau istana kerajaan-kerajaan di mana saja. Hal ini menandakan bahwa Tongkonan merupakan lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat dalam wilayah Tongkonan tersebut.
5. Bahwa Tongkonan adalah tempat bermusyawarah/balai pertemuan keluarga dan masyarakat yang lahir dan berketurunan dari Tongkonan tersebut.
Tata letak Tongkonan yang berjajar saling berhadapan erat kaitannya dengan filosofi dan asal-usul Orang Toraja. Foto: google |
Berikut adalah beberapa pendapat dan pemahaman Orang Toraja di media sosial tentang Tongkonan:
1. Elia Landa: Tongkon-madokko. tongkonan-kapa,dokkoan. semua juga tau klau tongkonan adalah rumah adat suku toraja. tapi bagi kita orang toraja. tongkonan punya arti yg sangat mendalam. dari semangat gotong royong saat membangun baik itu dr dana, tenaga, jg pikiran. begitu jg saat peresmian. tongkonan jg dpt mempertemukan saudara wlupun tdk saling kenal tpi d tongkonan tersimpan rapi silsilah keluarga walaupun secara lisan. banyak lg fungsi tongkonan bgi kehidupan bermasyarakat d toraja. tabe lako siulu solanasang ke denni sala kata! salama, beraktifitas!
2. Yun Nait: Tongkonan merupakan rumah adat roraja dimana sebagai akar dari silsila kekeluargaan sebagai alat pemersatu dan silaturami serta benteng untuk memperkuat tali kekeluargaan.
3. Albert: Tongkonan adalah rumah persatuan rumpun keluarga dari adat ke nenek moyang kita di mana semua keturunan berkumpul dan mendirikan sebuah tanda rumah adat tana toraja. Toraya tondok mala'bi.
4. Yuliana Daunallo: Tongkonan adlh rumah adat tana toraja sebagai tempat pertemuan keluarga besar....
5. Ayoe Wahyoenii PiLo: Tongkonan itu tempat tongkon dulu digunakan sebagai tempat musyawarah atau sekedar duduk bercerita
6. Endang Shruyo Banua: pa'rapuan tu dipamatua lan misa' keluarga
7. Suhartin Balalembang: Tongkonan merupakn nama rumah adat tana toraja yg berarti tempat berkumpulx seluruh rumpun kluarga baik itu dlam keadan susah maupun senang.
8. Yati Tappang: Tongkonan adalah asal nenek moyang kita turun temurun sampai ke anak cucu tdk bisa di lupkan yg kita asal dr mana di sanalah kita bangunkan sebuah rmh tongkonan dlm satu keluarga besar.tabek lako siuluk salama sola......
Semoga Bermanfaat... :)
NB:
Bila ada yang memiliki pendapat lain atau sumber yang lebih akurat silahkan berbagi dalam kolom komentar.
(**) Lebih lengkap mengenai "Tongkonan Banua Puan" akan diuraikan pada artikel lain
Sumber Rujukan:
Den Upa Rombelayuk. ___. Kelembagaan Masyarakat Adat Desa Di Tana Toraja – Sulawesi Selatan. Makalah.
H. Umar R. Soeroer. 1998. Kepercayaan aluk todolo : kajian agama dalam dimensi sosial dan budaya lokal di Tana Toraja. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama.
Suku Toraja - Wikipedia
No comments:
Post a Comment